Selasa, 28 Agustus 2012

Aturan Ekspor Batubara Segera Terbit

JAKARTA- Pemerintah memastikan larangan ekspor bahan mentah tambang mineral, batubara, dan gas berlaku mulai 2014. Sebelum larangan itu diterapkan, pemerintah akan mengenakan pajak ekspor 15-50% guna mengendalikan eksploitasi sumber daya alarm secara besar-besaran.

Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menuturkan, pemerintah tengah membahas aturan larangan ekspor bahan tambang. Pemerintah akan mempercepat pengkajian dan penerbitannya agar bisa segera diberlakukan. "Iya, itu masih kita bahas. (Keputusan) secepatnya," ujar Bayu kepada Investor Daily seusai acara pencanangan Hari Konsumen Nasional di Jakarta, Jumat (20/4).

Hingga kini, Kementerian Keuangan juga belum memutuskan besaran tarif bea keluar untuk komoditas minerba, termasuk batubara. "Belum ada ketetapan apa pun," jelas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro melalui pesan pendek, kemarin.

Pemerintah belum memastikan pengenaan pajak ekspor untuk komoditas batubara karena masih mempertimbangkan dampaknya terhadap investasi dan penerimaan negara. "Kami belum memutuskan apakah akan mengenakan pajak ekspor pada batubara atau tidak. Kami masih mendiskusikannya," kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Deddy Saleh, kemarin.

Untuk mengamankan pasokan dalam negeri, Indonesia pernah gagal menerapkan pajak ekspor batubara. Saat itu, para pengusaha mengajukan gugatan ke pengadilan. "Beberapa tahun lalu pemerintah menurunkan pajak ekspor batubara karena keputusan Mahkamah Agung. Sekarang, situasinya berbeda. Kami sedang mempersiapkan argumen tentang pajak ekspor batubara," jelas Deddy.

Di tempat terpisah, Menteri Perindustrian MS Hidayat menegaskan, pemerintah serius melaksanakan pelarangan ekspor barang mentah SDA seperti, tambang mineral, batubara, dan gas. Kini, pemerintah telah menyiapkan sejumlah langkah dan kebijakan untuk memastikan efektivitas UU No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).

Menperin menjelaskan, kebijakan itu antara lain penerapan bea keluar (BK) ekspor atas komoditas tambang, terutama untuk mengendalikan eksploitasi pertambangan dan kegiatan ekspor SDA sebelum larangan itu diberlakukan 2014. "Pemerintah harus mengantisipasi peningkatan eksploitasi dan ekspor besar-besaran bahan minerba. Saat ini, para pengusaha mulai melakukan antisipasi larangan tersebut dengan memacu ekspor, terutama bijih besi (iron ore). "Ini harus diatasi. Jangan sampai ketika larangan pada 2014 berlaku, bahan bakunya justru sudah habis," kata Hidayat di Jakarta, Jumat (20/4).

Indonesia memiliki kandungan 700 juta ton bauksit, 1,7 miliar ton tembaga, 1,4 miliar ton nikel, 321 juta ton bijih besi, dan 32 juta ton pasir besi. Setiap tahun, produksi bauksit mencapai 15 juta ton, nikel 3,27 juta ton, pasir besi 1,9 juta ton, dan bijih besi 8,6 juta ton. Selama ini, semua bahan mineral itu diekspor. Sementara itu, produksi tembaga sekitar 2,8 juta ton per tahun, 1,7 juta ton di antaranya diekspor.

Hidayat meminta pemilik izin konsesi tambang segera merancang peta jalan (roadmap) dan proposal bisnisnya. Jika tidak, mereka tidak akan bisa memenuhi ketentuan UU No 4/2009 pada 2014. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menguji kelayakan proposal bisnis tersebut.

Hidayat menjelaskan, semua negara di dunia yang memiliki sumber tambang mineral telah memiliki pabrik pengolahan (smelter). "Hanya Indonesia yang tidak memiliki smelter. Dari zaman VOC, Indonesia hanya mengekspor SDA dalam bentuk barang mentah. Lama-lama habis," jelas dia.

Untuk mengendalikan ekspor bahan mentah, pemerintah akan mengenakan bea keluar. Para menteri terkait telah sepaham mengenai kebijakan tersebut, termasuk menteri perdagangan yang terkait dengan kinerja ekspor nasional. "Maunya saya pribadi, tahun ini bisa diterapkan BK secara bertahap mulai 25%," jelas Menperin.

Menurut Hidayat, pemerintah juga berusaha untuk mengurangi ekspor gas guna memenuhi kebutuhan dalam negeri. Bahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengintruksikan kepada para menteri terkait untuk mengutamakan pemenuhan gas untuk industri dalam negeri.

"Jangan sampai karena hanya fokus ekspor, negara lain berkecukupan, negara sendiri kekurangan. Semua harus diatasi segera," tegas dia.

Pengusaha nasional Anindya Bakrie menilai, pengembangan industri pengolahan berbasis SDA tambang merupakan ide yang bagus. "Yang penting, bagaimana penjadwalan waktunya dan sosialisasinya kepada pengusaha," jelas dia.

Secara subtantif, dia sependapat, pengusaha Indonesia hendaknya tidak hanya mengekspor barang mentah. Pengusaha harus memacu nilai tambah di dalam negeri. "Kenapa hanya ekspor untuk kebutuhan industri di negara lain? Tentunya, kita mau bekerja sama dengan pihak terkait," jelas dia.

Meski begitu, dia mengingatkan, semua pihak perlu memikirkan secara cermat agar tujuan itu tercapai dan perusahaan tetap mau berinvestasi. "Jangan sampai perusahaan malah terganggu. Intinya, idenya bagus, saya setuju tujuannya. Tinggal bagaimana menerapkannya," kata Anindya.

Tiga Kriteria

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Kementerian ESDM telah membicarakan larangan ekspor bahan tambang mentah. Kadin pun berjanji akan mendorong pengusaha untuk mempersiapkan diri terhadap larangan tersebut. "Mulai 6 Mei 2012, ekspor raw material akan dilarang jika tidak memenuhi tiga kriteria yaitu clear and clean, pengajuan proposal smelter, dan pelunasan pajak," kata Wakil Ketua Umum Bidang Perindustrian, Riset, dan Teknologi, Kadin Bambang Sujagad kepada Investor Daily, Jumat (20/4) malam.

Menurut dia, pengusaha yang ingin tetap bisa ekspor setelah 6 Mei 2012 harus sudah memenuhi tiga ketentuan tersebut. Pertama, kuasa pertambangan (KP) yang dimiliki harus memenuhi persyaratan clear and clean yang diberikan oleh bupati ke Kementerian ESDM. Kedua, pengusaha tambang harus sudah mengajukan proposal yang berisi rencana pembuatan smelter atau kerja sama dengan pemilik smelter untuk mengolah hasil tambang yang diproduksi. Ketiga, pengusaha tambang juga diwajibkan melunasi pajak dan kewajiban-kewajiban yang harus dibayarkan hingga saat ini.

"Kalau itu semua sudah dipenuhi, mereka boleh ekspor kembali," tambah Bambang.

Mulai 6 Mei 2012, jelas dia, pemerintah juga akan mengenakan bea ekspor bahan tambang mentah hingga pemberlakuan larangan ekspor pada 2014. Kadin mengusulkan pengenaan bea ekspor sebesar 15-20%. Kadin berpendapat, rencana pengenaan bea ekspor hingga 50% oleh pemerintah terlalu tinggi. "Kami juga tidak ingin terlalu rendah, tetapi kalau 50% itu" terlalu tinggi, kami usulkan 15-20%," kata dia.

Bambang mengatakan, pemerintah memberikan dua alternatif yaitu pemberian kuota atau pembayaran bea ekspor. Kadin merasa pembayaran bea ekspor merupakan pilihan yang lebih baik.

Menurut Bambang, sudah ada beberapa pengusaha yang menyatakan niatnya untuk membangun smelter sendiri, seperti misalnya smelter alumina dan smelter nikel di kawasan Indonesia Timur. "Itu perusahaan yang besar-besar, beberapa perusahaan kecil lainnya juga sudah menyatakan rencananya untuk membangun smelter" kata dia.

Meski demikian, Bambang mengakui, tidak semua pengusaha tambang mampu membangun smelter sendiri. Pasalnya, pembangunan smelter membutuhkan investasi yang cukup besar. Pengusaha-pengusaha itu kemungkinan akan bekerjasama dengan pemilik smelter untuk dapat mengolah bahan mentah yang diproduksi.

"Masa cuma membuat proposal saja mereka tidak sanggup? Kami dukung langkah pemerintah agar pengusaha dapat menyerahkan proposalnya. Itu penting dilakukan karena setidaknya mereka sudah memiliki persiapan saat larangan ekspor barang tambang mentah diberlakukan pada 2014," papar Bambang.

Bambang meminta pemerintah jangan hanya membuat peraturan. Pembangunan smelter membutuhkan sumber energi yang tinggi, sehingga diperlukan juga kesiapan infrastruktur memadai. "Pemerintah juga harus mampu menyediakan infrastruktur untuk menunjang operasional smelter. Jadi jangan hanya sebatas menetapkan peraturan saja, harus ada tindak lanjutnya," tegas Bambang.

Dia berpendapat, langkah pemerintah dalam mengeluarkan larangan ekspor barang mentah untuk mendorong hilirisasi di dalam negeri memiliki dampak positif. Adanya hilirisasi tersebut akan menyediakan kesempatan kerja baru bagi masyarakat dan akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. (m01)

Sumber : Investor Daily

Tidak ada komentar:

Posting Komentar